MAKALAH
BISNIS INTERNASIONAL
Disusun Oleh :
Riyandi : 02112007
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA MEMBANGUN
(STIE INABA BANDUNG)
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah karena atas karunia-Nya
makalah ekonomi ini telah disusun secara serentak. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara lisan maupun secara
tulisan.
Makalah Bisnis Internasional ini ditulis berdasarkan apa
yang sudah diterangkan dan didiskusikan dengan menggunakan pendekatan
komunikatif dan ket
rampilan proses.
Kiranya tidak berlebihan jika makalah ini jadi pegangan
setiap kelompok dengan materi yang lengkap, penyajian yang runtut dan bahasa
yang sederhana, diharapkan dapat membantu dan menguasai materi yang ada di
dalam makalah ini sehingga mahasiswa dengan mudah belajar dan proses belajar
mengajar berjalan dengan baik.
Kami telah berusaha sesempurna mungkin menulis makalah
ini tetapi “Tiada gading yang tak retak”, untuk itu saran, kritik, maupun
komentar yang ditujukan demi perbaikan makalah ini sangat kami harapkan. Semoga
makalah ini berguna bagi kita semua.
Bandung, November 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekspor merupakan kegiatan mengeluarkan barang
dari daerah pabean. Barang ekspor adalah barang yang dikeluarkan dari daerah
pabean. Kegiatan ekspor akan meningkatkan devisa negara, untuk melakukan
kegiatan ekspor suatu barang ke negara tertentu, diperlukan prosedur ekspor yang
harus dilakukan sesuai dengan dasar hukum yang berlaku di setiap negara. Jika
ekspor yang dilakukan tidak mengikuti prosedur dan tidak sesuai dengan dasar
hukum yang mengatur kegiatan ekspor, maka si pengekspor akan dikenai sankasi
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Setiap negara memiliki peraturan dan
ketentuan perdagangan yang berbeda-beda. Produk yang akan dipasarkan
haruslah memiliki standar mutu yang baik (export quality) sehingga dapat
memuaskan konsumen serta pengiriman barang yang tepat waktu yang dapat
berdampak terhadap pemesanan secara reguler. Disamping itu eksportir haruslah
mengerti selera konsumen negara tujuan ekspor.
Ekspor sebagai kegiatan yang rumit dan juga melibatkan
banyak pihak, tentu saja juga terdapat kasus ataupun konflik sehingga membuat
ekspor menjadi terhambat. Di sini saya berusaha untuk menyampaikan salah
satu contoh kasus yang sering terjadi ketika adanya kegiatan ekspor, yaitu dumping. Dumping
merupakan suatu tindakan menjual produk-produk impor dengan harga yang lebih
murah dari harga dan ini merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan WTO. Kasus
ini merupakan kasus antara Indonesia dan Korea. Di mana Indonesia
dituduh melakukan kegiatan dumping kertas oleh Korea Selatan, namun pada
kenyataan hal itu tidak benar dilihat dari data-data perekonomian Korea Selatan
yang tidak berpengaruh sama sekali terhadap adanya ekspor kertas ini.
Makalah ini dibuat untuk mempelajari dan memahami tentang
ekspor dalam bisnis internasional, selain itu makalah ini juga berisi contoh
kasus ekspor yang mana biasa dan sering terjadi dalam melakukan kegiatan
ekspor. Dan tidak kalah pentingnya, penulis membuat makalah ini untuk memenuhi
syarat kuliah yaitu tugas individu mata kuliah Bisnis Internasional.
1.3 Metode Penulisan
Makalah ini dibuat berdasarkan metode kepustakaan. Di
dalam makalah ini pembahasan atau inti sari dari makalah ini berasal dari
beberapa referensi yang berkaitan dengan judul makalah di atas. Serta
menggunakan metode research yang di ambil dari beberapa sumber dari
media internet untuk menunj ang isi makalah yang akan dibahas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ekspor
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas
dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses
perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan
barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain.
Ekspor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di
negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan
internasional, lawannya adalah impor. Ekspor adalah kegiatan perseorangan
atau badan hukum yang menjual barang ke luar negeri. Orang atau badan
hukum yang melakukan kegiatan ekspor dinamakan eksportir. Tujuan dilakukannya
kegiatan ekspor biasanya adalah untuk memperoleh keuntungan. Sementara itu,
tujuan dilakukannya ekspor bagi negara adalah untuk memperoleh devisa negara
dalam bentuk mata uang asing.
Barang-barang Ekspor
Pada prinsipnya semua produk/barang dapat diekspor,
kecuali barang-barang yang terlarang dan untuk tujuan pelestarian maupun
karena aturan internasional.
Barang/jasa
terdiri dari 4 kelompok :
a. Barang-barang
yang diatur ekspor.
Dalam rangka mengikuti ketentuan internasional,
menyangkut kesehatan, keselamatan, keamanan, lingkungan hidup dan
moral bangsa (K3LM), menjaga kelestarian alam dan meningkatkan
nilai tambah.
b. Barang-barang
yang diawasi ekspornya.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menjaga kelestarian alam.
c. Barang-barang
yang dilarang ekspornya.
Dalam
rangka menjaga kelangkaan, menyangkut kesehatan, keselamatan, keamanan,
lingkungan hidup dan moral bangsa (K3LM), kelestarian alam dan
bernilai sejarah.
d. Barang-barang
yang bebas ekspornya.
Dalam
rangka mendorong ekspor melalui pembukaan akses pasar peningkatan diversifikasi
produk.
2.2 Tujuan Kegiatan Ekspor
a. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar
serta untuk memperoleh harga jual yang lebih baik.
b. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar dalam negeri.
c. Memanfaatkan kelebihan komoditas yang dimiliki.
d.Membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional
sehingga mampu bersaing dengan negara lain.
2.3 Pihak-pihak yang Berperan dalam Kegiatan Ekspor
Kegiatan
perdagangan antarnegara lebih rumit daripada perdagangan di dalam negeri. Hal
ini karena perdagangan antarnegara melibatkan banyak pihak. Selain itu, ada
perbedaan bahasa, mata uang dan peraturan perdagangan di tiap-tiap negara. Para
pelaku kegiatan ekspor yaitu sebagai berikut:
- Produsen
Eksportir
Produsen Eksportir adalah perusahaan yang memproduksi
barang-barang untuk diekspor. Produsen eksportir tidak menggunakan jasa
perantara yaitu pedagang ekspor. Perusahaan yang bisa berperan sebagai produsen
ekportir biasanya merupakan perusahaan besar atau berskala internasional.
Perusahaan ini biasanya sudah memiliki pasaran di luar negeri. Misalnya,
perusahaan di bidang tekstil, mebel, makanan kemasan dan elektronik.
- Pedagang
Ekspor
Pedagang ekspor merupakan badan usaha yang diberi izin
pemerintah untuk melakukan kegiatan ekspor. Pedagang ekspor tidak memproduksi
sendiri barang yang diekspornya, tetapi menjual hasil produksi orang lain.
Pedagang ekspor harus memiliki izin pemerintah dalam bentuk surat pengakuan
eksportir, disertai dengan kartu Angka Pengenal Ekspor (APE). Dengan surat
tersebut, pedagang ekspor diperbolehkan untuk melaksanakan ekspor komoditas
sesuai yang tercantum dalam surat tersebut.
- Wisma
Dagang
Wisma dagang merupakan suatu perusahaan ekspor yang besar
dan dapat mengekspor berbagai komoditas. Perusahaan ini mempunyai jaringan
pemasaran di seluruh dunia. Wisma dagang bisa bermula dari eksportir yang hanya
mengekspor satu komoditas. Seiring perkembangan usahanya, eksportir mampu
mengekspor berbagai komoditas.
2.4 Prosedur atau Langkah-langkah dalam Proses Ekspor
Berikut
langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam proses ekspor :
- Mencari
tahu terlebih dahulu apakah barang yang akan kita ekspor tersebut termasuk
barang yang dilarang untuk di ekspor, diperbolehkan untuk di ekspor tetapi
dengan pembatasan, atau barang yang bebas di ekspor (Menurut undang-undang
dan peraturan di Indonesia).
- Memastika
juga apakah barang kita diperbolehkan untuk masuk ke Negara tujuan ekspor.
- Jika
kita sudah mendapatkan pembeli (buyer), menentukan sistem pembayaran,
menentukan quantity dan spesifikasi barang, dll, maka selanjutnya kita
mempersiapkan barang yang akan kita ekspor dan dokumen-dokumennya sesuai
kesepakatan dengan buyer.
- Melakukan
pemberitahuan pabean kepada Pemerintah (Bea Cukai) dengan menggunakan
dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) beserta dokumen pelengkapnya.
- Setelah
eksportasi kita di setujui oleh Bea Cukai, maka akan diterbitkan dokumen
NPE (Nota Persetujuan Ekspor). Jika sudah terbit NPE, maka secara hukum
barang kita sudah dianggap sebagai barang ekspor.
- Melakukan
stuffing dan mengapalkan barang kita menggunakan moda transportasi udara
(air cargo), laut (sea cargo), atau darat.
- Mengasuransikan
barang atau kargo kita (jika menggunakan term CIF)
- Mengambil
pembayaran di Bank (Jika Menggunakan LC atau pembayaran di akhir)
BAB III
CONTOH KASUS EKSPOR
Kasus Dugaan Dumping Terhadap Ekspor Produk Kertas
Indonesia ke Korea
3.1 Latar Belakang
Negara-negara
berkembang pada umumnya akan membantu industri domestiknya melalui subsidi atau
kebijakkan ekonomi berupa hambatan tariff atau non tariff untuk memasukkan
industrinya ke persaingan internasional apalagi dalam era Globalisasi teknologi
dan informasi seperti sekarang ini, Negara atau pemerintah akan berusaha
mendorong industrinya untuk bersaing di pasar internasional dan untuk bersaing
perlu berbagai perbaikkan kualitas baik tenaga kerja ataupun produk. Indonesia
sebagai Negara berkembang pada umumnya akan memilih suatu perusahaan domestic
untuk di subsidi khususnya industri yang benar-benar menjadi ekspor Indonesia.
Dan selain itu, Indonesia juga mengambil kebijakkan ekonomi seperti penetapan
batasan impor, hambatan tariff dan non tariff dan kebijakan lainnya. Sama
seperti negara lainnya, Korea juga menetapkan kebijakan ekonomi anti
dumping untuk melindungi Industri domestiknya. Kali ini yang menjadi sasaran
negara yang melakukkan dumping adalah Indonesia.
3.2 Kerangka Pemikiran
Untuk mengantisipasi terjadinya perselisihan dan
kesalahan interpretasi, akibat tindakan proteksi yang dilakukkan suatu negara
dalam mendorong perekonomiannya, maka WTO membuat aturan untuk penerapan
subsidi mengingat masalah ini merupakan masalah yang sering terjadi terkait
masalah dumping dan terdapat dua macam aturan subsidi atau dukungan:
1. Dukungan atau subsidi yang membuat distorsi (trade
distorting subsidies) dimana negara anggota harus menetapkan level maksimum
dan kemudian menguranginya pada tingkat yang diperbolehkan;
2. Subsidi yang dianggap tidak mendistorsi atau non trade
distorting sering disebut sebagai Green Box, tidak ada jumlah maksimum yang
ditentukan, sehingga Negara anggota boleh menambah tanpa batas. Green Box
merupakan pembayaran untuk misalnya perlindungan lingkungan dan penelitian.
Dalam subsidi yang mendistorsi atau Trade Distorting
Subsidies (TDS) terdapat tiga kategori:
1. AMS – aggregate measurement support atau sering
disebut Amber Box, ini berkaitan dengan intervensi harga dan dimasukkan sebagai
yang paling mendistorsi.
2. De minimis, ini diperbolehkan sampai tingkat tertentu
yang dihitung dari persentase dari nilai produksi.
3. Blue Box, subsidi jenis ini dianggap mendistorsi tapi
tidak sebesar Amber Box.
Selain aturan-aturan tersebut, WTO sendiri juga telah
membentuk Dispute Settlement Body (DSB) untuk mengantisipasi penyelesaian
masalah yang terjadi diantara anggota-anggotanya. Masalah terkait dengan
pemberian subsidi dan kebijakkan proteksi adalah Dumping. Dumping terjadi apabila
produk-produk impor tersebut dijual dengan harga lebih rendah daripada harga
yang berlaku di pasaran. Untuk menerapkan anti dumping, badan perdagangan suatu
Negara harus membuktikan terlebih dahulu bahwa dumping tersebut menyebabkan
kerugian terhadap industri di negaranya. Mengingat relatif tingginya kasus
dumping, hendaknya negara mencermati dan mengantisipasi serta menghindari
kemungkinan adanya tuduhan dumping tersebut. Masalah ini adalah masalah yang
sangat sering ditemui seperti di India terbukti melakukan tuduhan dan
penyelidikan antidumping atas 425 kasus, di mana 316 kasus dikenakan BMAD, AS
melakukan penyelidikan atas 366 kasus dan mengenakan BMAD terhadap 234 kasus.
Sementara itu, China melakukan penyelidikan atas 125 kasus di mana 70 kasus di
antaranya dikenai BMAD. Turki juga menyelidiki tuduhan praktek dumping 101
kasus bagi pengenaan 86 kasus BMAD. Sementara itu, Korsel mengenakan BMAD
terhadap 46 kasus dari 81 kasus dumping yang diselidikinya.
Dumping dalam hal ini merupakan suatu tindakan melanggar
kesepakatan yang telah disepakati dan diratifikasi oleh subyek hukum
Internasional. Yang dimaksud subyek hukum internasional disini adalah semua
subyek hukum yang mengatur aspek-aspek ekonomi baik yang sifatnya nasional
maupun internasional (termasuk hukum internasional publik dan hukum perdata). Yang
merupakan subyek hukum disini adalah negara yang harus memenuhi syarat sebagai
negara yakni memiliki penduduk, wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan
kemampuan melakukan hubungan diplomatik dengan negara lain, Individu yang
statusnya tergantung kepada isi ketentuan perjanjian yang memberikan kedudukan
tersebut karena kemampuan individu untuk membuat kontrak atau perjanjian
ekonomi (bisnis) dengan subyek hukum lainnya, selain itu Multi national
Cooperation (MNCs) dan Organisasi Internasional (OI) yang memiliki definisi yang
melekat pada dirinya untuk menjadi subyek hukum internasional selain memiliki
legal personality yakni kemampuan untuk melakukan perjanjian atau kontrak
dengan seubyek hukum lainnya.
Mengingat dumping terjadi antar anggota WTO yang terdiri
dari negara-negara berdaulat berarti terjadi pelanggaran terhadap kesepakatan
yang telah ditetapkan di WTO yang menjadi aturan bagi para anggota WTO untuk
bertindak mengingat semua yang mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO harus
menaati kesepakatan tersebut. Kesepakatan yang terbentuk antar dua pihak atau
lebih merupakan sumber hukum internasional yang dapat menjadi sumber Hukum
Ekonomi Internasional menurut Pasal 38 Ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional
selain kebiasaan inetrnasional, prinsip hukum yang diakui oleh negara bangsa,
keputusan para hakim dan ajaran ahli hukum.
3.3 Kasus
Salah satu kasus yang terjadi antar anggota WTO kasus
antara Korea dan Indonesia, dimana Korea menuduh Indonesia melakukan dumping
woodfree copy paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup
besar. Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah Korsel mengenakan bea masuk anti
dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22 persen terhitung 7 November 2003.
dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian.
Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang tahun 2002
mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta dolar.
Karenanya, Indonesia harus melakukan yang terbaik untuk
menghadapi kasus dumping ini, kasus ini bermual ketika industri kertas Korea
mengajukan petisi anti dumping terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia antara
lain yang tergolong dalam uncoated paper and paperboard used for writing dan
printing or other grafic purpose produk kertas Indonesia kepada Korean
Trade Commision (KTC) pada tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei 2003, KTC
mengenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik
kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat
0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC
menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan
ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat
diturunkan sebesar 8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%.
3.4 Analisis
Kasus
I. Alternatif
Problem
1. Korea menuduh Indonesia
melakukan dumping woodfree copy paper ke Korsel
Salah satu kasus yang terjadi antar anggota WTO kasus
antara Korea dan Indonesia, dimana Korea menuduh Indonesia melakukan dumping
woodfree copy paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup
besar. Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah Korsel mengenakan bea masuk anti
dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22 persen terhitung 7 November 2003.
dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian.
Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang tahun 2002
mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta dolar.
2. Korea mengajukan petisi anti dumping terhadap 16 jenis
produk kertas Indonesia
Korea mengajukan petisi anti dumping terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia
antara lain yang tergolong dalam uncoated paper and paperboard used for writing
dan printing or other grafic purpose produk kertas Indonesia kepada Korean
Trade Commision (KTC) pada tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei 2003, KTC
mengenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik
kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat
0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC
menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan
ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat
diturunkan sebesar 8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan Indonesia
mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan
konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal
mencapai kesepakatan.
3. Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar
akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu
mengalami kerugian. Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang
tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta
dolar.
II. Mind Problem
1. Korea menuduh Indonesia melakukan
dumping woodfree copy paper ke Korsel
3.5 Penyelesaian Kasus
I. Alternatif Solution
1. Indonesia meminta bantuan DSB WTO dan melalui panel
Dalam kasus ini, dengan melibatkan beberapa subyek hukum
internasional secara jelas menggambarkan bahwa kasus ini berada dalam cakupan
internasional yakni dua negara di Asia dan merupakan anggota badan
internasional WTO mengingat keduanya merupakan negara yang berdaulat. Dan kasus
dumping yang terjadi menjadi unsur ekonomi yang terbungkus dalam hubungan
dagang internasional kedua Negara dengan melibatkan unsur aktor-aktor non
negara yang berasal dari dalam negeri masing-masing negara yaitu
perusahaan-perusahaan yang disubsidi oleh pemerintah untuk memproduksi produk
ekspor. Dumping merupakan suatu tindakan menjual produk-produk impor dengan
harga yang lebih murah dari harga dan ini merupakan pelanggaran terhadap
kesepakatan WTO. Indonesia meminta bantuan DSB WTO dan melalui panel meminta
agar kebijakan anti dumping yang dilakukan korea ditinjau kembali karena tidak
konsisten dengan beberapa point artikel kesepakatan seperti artikel 6.8 yang
paling banyak diabaikandan artikel lainnya dan Indonesia juga meminta
Panel terkait dengan artikel 19.1 dari Understanding on Rules and Procedures
Governing the Settlement of Disputes (DSU) untuk meminta Korea bertindak sesuai
dengan kesepakatan GATT dan membatalkan kebijakan anti dumping impor kertas
yang dikeluarkan oleh mentri keuangan dan ekonominya pada tanggal 7 november
2003.
Yang menjadi aspek legal disini adalah adanya pelanggaran
terhadap artikel kesepakatan WTO khususnya dalam kesepakatan perdagangan dan
penentuan tariff seperti yang tercakup dalam GATT dan dengan adanya
keterlibatan DSB WTO yang merupakan suatu badan peradilan bagi
permasalahan-permasalahan di bidang perdagangan. Ini menegaskan bahwa masalah
ini adalah masalah yang berada di cakupan Internasional, bersifat legal dan
bergerak dalam bidang ekonomi. Sifat legal atau hukumnya terlihat juga dengan
adanya tindakan Retaliasi oleh pemerintah Indonesia karena Korea dinilai telah
bertindak ‘curang’ dengan tidak melaksanakan keputusan Panel Sementara DSB
sebelumnya atas kasus dumping kertas tersebut yang memenangkan Indonesia dimana
retaliasi diijinkan dalam WTO. Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Sama
Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan mengatakan dalam putusan Panel
DSB pada November 2005 menyatakan Korsel harus melakukan rekalkulasi atau
menghitung ulang margin dumping untuk produk kertas asal Indonesia. Untuk itu,
Korsel diberikan waktu untuk melaksanakan paling lama delapan bulan setelah
keluarnya putusan atau berakhir pada Juli 2006. Panel DSB menilai Korsel telah
melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktik dumping kertas dari
Indonesia. Pengenaan tuduhan dumping kertas melanggar ketentuan antidumping
WTO. Korea harus menghitung ulang margin dumping sesuai dengan hasil panel maka
ekspor kertas Indonesia ke Korsel kurang dari dua persen atau deminimis
sehingga tidak bisa dikenakan bea masuk antidumping.
Panel Permanen merupakan panel tertinggi di WTO jika
putusan Panel Permanen juga tidak ditaati oleh Korsel, Indonesia dapat
melakukan retaliasi, yaitu upaya pembalasan atas kerugian yang diderita. Dalam
retaliasi, Indonesia dapat mengenakan bea masuk atas produk tertentu dari
Korsel dengan nilai kerugian yang sama selama pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping
(BMAD). Korean Trade Commision yang merupakan otoritas dumping Korsel
mengenakan BMAD 2,8-8,22 persen terhadap empat perusahaan kertas, seperti yang
telah disebutkan diatas yaitu PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, PT Pindo Deli Pulp
& Paper Mills, PT Indah Kiat Pulp & Paper, dan PT April Fine sejak 7
November 2003. Dalam membuat tuduhan dumping, KTC menetapkan margin dumping
kertas dari Indonesia mencapai 47,7 persen. Produk kertas yang dikenakan BMAD
adalah plain paper copier dan undercoated wood free printing paper dengan nomor
HS 4802.20.000; 4802.55; 4802.56; 4802.57; dan 4809.4816.
2. Indonesia telah melakukan upaya pendekatan sesuai
prosedur terhadap Korsel
Dalam kasus ini, Indonesia telah melakukan upaya
pendekatan sesuai prosedur terhadap Korsel. Pada 26 Oktober 2006 Indonesia juga
mengirim surat pengajuan konsultasi. Selanjutnya, konsultasi dilakukan pada 15
November 2006 namun gagal. Korea masih belum melaksanakan rekalkulasi dan dalam
pertemuan Korea mengulur-ulur waktu. Tindakan Korsel tersebut sangat merugikan
industri kertas Indonesia. Ekspor kertas ke Korsel anjlok hingga 50 persen dari
US$ 120 juta. Kerugian tersebut akan berkepanjangan sebab Panel juga menyita
waktu cukup lama, paling cepat tiga bulan dan paling lama enam bulan.
3. indonesia harus melakukkan antisipasi dengan pembuatan
Undang-Undang (UU) Anti Dumping
Kasus dumping Korea-Indonesia pada akhirnya dimenangkan oleh Indonesia.
Namun untuk menghadapi kasus-kasus dumping yang belum terselesaikan sekarang
maka indonesia perlu melakukkan antisipasi dengan pembuatan Undang-Undang (UU)
Anti Dumping untuk melindungi industri dalam negeri dari kerugian akibat
melonjaknya barang impor. Selain itu, diperlukan penetapkan Bea Masuk Anti
Dumping Sementara (BMADS) dalam rangka proses investigasi praktek dumping
(ekspor dengan harga lebih murah dari harga di dalam negeri) yang diajukan
industri dalam negeri. selama ini, Indonesia belum pernah menerapkan BMADS
dalam proses penyelidikan dumping apapun padahal negara lain telah
menerapkannya pada tuduhan dumping yang sedang diproses termasuk kepada
Indonesia. Padahal hal ini sangat diperlukan seperti dalam rangka penyelidikan,
negara yang mengajukan petisi boleh mengenakan BMADS sesuai perhitungan injury
(kerugian) sementara. Jika negara eksportir terbukti melakukan dumping, maka
dapat dikenakan sanksi berupa BMAD sesuai hasil penyelidikan. Karenannya,
pemerintah harus mengefektifkan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang
merupakan institusi yang bertugas melaksanakan penyelidikan, pengumpulan bukti,
penelitian dan pengolahan bukti dan informasi mengenai barang impor dumping,
barang impor bersubsidi dan lonjakan impor.
II. Mind Solution
1. Indonesia meminta bantuan DSB WTO dan
melalui panel
BAB IV
KESIMPULAN
Penjualan barang oleh eksportir keluar negeri dikenai
berbagai ketentuan dan pembatasan serta syarat-syarat khusus pada jenis
komoditas tertentu termasuk cara penanganan dan pengamanannya. Setiap
negara memiliki peraturan dan ketentuan perdagangan yang berbeda-beda. Produk
yang akan dipasarkan haruslah memiliki standar mutu yang baik (export quality)
sehingga dapat memuaskan konsumen serta pengiriman barang yang tepat waktu yang
dapat berdampak terhadap pemesanan secara reguler. Disamping itu eksportir
haruslah mengerti selera konsumen negara tujuan ekspor. Kegiatan ekspor yang
lancar akan ikut menyumbang pendapatan negara dari sektor pajak ekspor
disamping tentunya akan berdampak positif berupa keuntungan yang diperoleh
eksportir tersebut. Sementara itu untuk kasus dumping Indonesia – Korea
Selatan pada akhirnya dimenangkan oleh pihak Indonesia. Namun untuk
menghadapi kasus-kasus dumping yang belum terselesaikan sekarang maka indonesia
perlu melakukkan antisipasi dengan pembuatan Undang-Undang (UU) Anti Dumping
untuk melindungi industri dalam negeri dari kerugian akibat melonjaknya barang
impor.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Anindika, Ratya & Reed, R. Michael. Bisnis
dan Perdagangan Internasional. 2008. Andi: Yogyakarta
Griffin, Ricky W & Pustay, Michael W. Bisnis
Internasional Edisi Keempat Jilid 2. 2006. Indeks: Jakarta.
Tambunan, Tulus T H. Globalisasi dan Perdagangan
Internasional. 2004. Ghalia Indonesia: Jakarta.
http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=477&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&pared_id=514971&patop_id=W34
diakses pada tanggal 25 Maret 2013 pukul 22.15
MAKALAH
BISNIS INTERNASIONAL
Disusun Oleh :
Riyandi : 02112007
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA MEMBANGUN
(STIE INABA BANDUNG)
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah karena atas karunia-Nya
makalah ekonomi ini telah disusun secara serentak. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara lisan maupun secara
tulisan.
Makalah Bisnis Internasional ini ditulis berdasarkan apa
yang sudah diterangkan dan didiskusikan dengan menggunakan pendekatan
komunikatif dan ket
rampilan proses.
Kiranya tidak berlebihan jika makalah ini jadi pegangan
setiap kelompok dengan materi yang lengkap, penyajian yang runtut dan bahasa
yang sederhana, diharapkan dapat membantu dan menguasai materi yang ada di
dalam makalah ini sehingga mahasiswa dengan mudah belajar dan proses belajar
mengajar berjalan dengan baik.
Kami telah berusaha sesempurna mungkin menulis makalah
ini tetapi “Tiada gading yang tak retak”, untuk itu saran, kritik, maupun
komentar yang ditujukan demi perbaikan makalah ini sangat kami harapkan. Semoga
makalah ini berguna bagi kita semua.
Bandung, November 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekspor merupakan kegiatan mengeluarkan barang
dari daerah pabean. Barang ekspor adalah barang yang dikeluarkan dari daerah
pabean. Kegiatan ekspor akan meningkatkan devisa negara, untuk melakukan
kegiatan ekspor suatu barang ke negara tertentu, diperlukan prosedur ekspor yang
harus dilakukan sesuai dengan dasar hukum yang berlaku di setiap negara. Jika
ekspor yang dilakukan tidak mengikuti prosedur dan tidak sesuai dengan dasar
hukum yang mengatur kegiatan ekspor, maka si pengekspor akan dikenai sankasi
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Setiap negara memiliki peraturan dan
ketentuan perdagangan yang berbeda-beda. Produk yang akan dipasarkan
haruslah memiliki standar mutu yang baik (export quality) sehingga dapat
memuaskan konsumen serta pengiriman barang yang tepat waktu yang dapat
berdampak terhadap pemesanan secara reguler. Disamping itu eksportir haruslah
mengerti selera konsumen negara tujuan ekspor.
Ekspor sebagai kegiatan yang rumit dan juga melibatkan
banyak pihak, tentu saja juga terdapat kasus ataupun konflik sehingga membuat
ekspor menjadi terhambat. Di sini saya berusaha untuk menyampaikan salah
satu contoh kasus yang sering terjadi ketika adanya kegiatan ekspor, yaitu dumping. Dumping
merupakan suatu tindakan menjual produk-produk impor dengan harga yang lebih
murah dari harga dan ini merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan WTO. Kasus
ini merupakan kasus antara Indonesia dan Korea. Di mana Indonesia
dituduh melakukan kegiatan dumping kertas oleh Korea Selatan, namun pada
kenyataan hal itu tidak benar dilihat dari data-data perekonomian Korea Selatan
yang tidak berpengaruh sama sekali terhadap adanya ekspor kertas ini.
Makalah ini dibuat untuk mempelajari dan memahami tentang
ekspor dalam bisnis internasional, selain itu makalah ini juga berisi contoh
kasus ekspor yang mana biasa dan sering terjadi dalam melakukan kegiatan
ekspor. Dan tidak kalah pentingnya, penulis membuat makalah ini untuk memenuhi
syarat kuliah yaitu tugas individu mata kuliah Bisnis Internasional.
1.3 Metode Penulisan
Makalah ini dibuat berdasarkan metode kepustakaan. Di
dalam makalah ini pembahasan atau inti sari dari makalah ini berasal dari
beberapa referensi yang berkaitan dengan judul makalah di atas. Serta
menggunakan metode research yang di ambil dari beberapa sumber dari
media internet untuk menunj ang isi makalah yang akan dibahas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ekspor
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas
dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses
perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan
barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain.
Ekspor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di
negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan
internasional, lawannya adalah impor. Ekspor adalah kegiatan perseorangan
atau badan hukum yang menjual barang ke luar negeri. Orang atau badan
hukum yang melakukan kegiatan ekspor dinamakan eksportir. Tujuan dilakukannya
kegiatan ekspor biasanya adalah untuk memperoleh keuntungan. Sementara itu,
tujuan dilakukannya ekspor bagi negara adalah untuk memperoleh devisa negara
dalam bentuk mata uang asing.
Barang-barang Ekspor
Pada prinsipnya semua produk/barang dapat diekspor,
kecuali barang-barang yang terlarang dan untuk tujuan pelestarian maupun
karena aturan internasional.
Barang/jasa
terdiri dari 4 kelompok :
a. Barang-barang
yang diatur ekspor.
Dalam rangka mengikuti ketentuan internasional,
menyangkut kesehatan, keselamatan, keamanan, lingkungan hidup dan
moral bangsa (K3LM), menjaga kelestarian alam dan meningkatkan
nilai tambah.
b. Barang-barang
yang diawasi ekspornya.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menjaga kelestarian alam.
c. Barang-barang
yang dilarang ekspornya.
Dalam
rangka menjaga kelangkaan, menyangkut kesehatan, keselamatan, keamanan,
lingkungan hidup dan moral bangsa (K3LM), kelestarian alam dan
bernilai sejarah.
d. Barang-barang
yang bebas ekspornya.
Dalam
rangka mendorong ekspor melalui pembukaan akses pasar peningkatan diversifikasi
produk.
2.2 Tujuan Kegiatan Ekspor
a. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar
serta untuk memperoleh harga jual yang lebih baik.
b. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar dalam negeri.
c. Memanfaatkan kelebihan komoditas yang dimiliki.
d.Membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional
sehingga mampu bersaing dengan negara lain.
2.3 Pihak-pihak yang Berperan dalam Kegiatan Ekspor
Kegiatan
perdagangan antarnegara lebih rumit daripada perdagangan di dalam negeri. Hal
ini karena perdagangan antarnegara melibatkan banyak pihak. Selain itu, ada
perbedaan bahasa, mata uang dan peraturan perdagangan di tiap-tiap negara. Para
pelaku kegiatan ekspor yaitu sebagai berikut:
- Produsen
Eksportir
Produsen Eksportir adalah perusahaan yang memproduksi
barang-barang untuk diekspor. Produsen eksportir tidak menggunakan jasa
perantara yaitu pedagang ekspor. Perusahaan yang bisa berperan sebagai produsen
ekportir biasanya merupakan perusahaan besar atau berskala internasional.
Perusahaan ini biasanya sudah memiliki pasaran di luar negeri. Misalnya,
perusahaan di bidang tekstil, mebel, makanan kemasan dan elektronik.
- Pedagang
Ekspor
Pedagang ekspor merupakan badan usaha yang diberi izin
pemerintah untuk melakukan kegiatan ekspor. Pedagang ekspor tidak memproduksi
sendiri barang yang diekspornya, tetapi menjual hasil produksi orang lain.
Pedagang ekspor harus memiliki izin pemerintah dalam bentuk surat pengakuan
eksportir, disertai dengan kartu Angka Pengenal Ekspor (APE). Dengan surat
tersebut, pedagang ekspor diperbolehkan untuk melaksanakan ekspor komoditas
sesuai yang tercantum dalam surat tersebut.
- Wisma
Dagang
Wisma dagang merupakan suatu perusahaan ekspor yang besar
dan dapat mengekspor berbagai komoditas. Perusahaan ini mempunyai jaringan
pemasaran di seluruh dunia. Wisma dagang bisa bermula dari eksportir yang hanya
mengekspor satu komoditas. Seiring perkembangan usahanya, eksportir mampu
mengekspor berbagai komoditas.
2.4 Prosedur atau Langkah-langkah dalam Proses Ekspor
Berikut
langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam proses ekspor :
- Mencari
tahu terlebih dahulu apakah barang yang akan kita ekspor tersebut termasuk
barang yang dilarang untuk di ekspor, diperbolehkan untuk di ekspor tetapi
dengan pembatasan, atau barang yang bebas di ekspor (Menurut undang-undang
dan peraturan di Indonesia).
- Memastika
juga apakah barang kita diperbolehkan untuk masuk ke Negara tujuan ekspor.
- Jika
kita sudah mendapatkan pembeli (buyer), menentukan sistem pembayaran,
menentukan quantity dan spesifikasi barang, dll, maka selanjutnya kita
mempersiapkan barang yang akan kita ekspor dan dokumen-dokumennya sesuai
kesepakatan dengan buyer.
- Melakukan
pemberitahuan pabean kepada Pemerintah (Bea Cukai) dengan menggunakan
dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) beserta dokumen pelengkapnya.
- Setelah
eksportasi kita di setujui oleh Bea Cukai, maka akan diterbitkan dokumen
NPE (Nota Persetujuan Ekspor). Jika sudah terbit NPE, maka secara hukum
barang kita sudah dianggap sebagai barang ekspor.
- Melakukan
stuffing dan mengapalkan barang kita menggunakan moda transportasi udara
(air cargo), laut (sea cargo), atau darat.
- Mengasuransikan
barang atau kargo kita (jika menggunakan term CIF)
- Mengambil
pembayaran di Bank (Jika Menggunakan LC atau pembayaran di akhir)
BAB III
CONTOH KASUS EKSPOR
Kasus Dugaan Dumping Terhadap Ekspor Produk Kertas
Indonesia ke Korea
3.1 Latar Belakang
Negara-negara
berkembang pada umumnya akan membantu industri domestiknya melalui subsidi atau
kebijakkan ekonomi berupa hambatan tariff atau non tariff untuk memasukkan
industrinya ke persaingan internasional apalagi dalam era Globalisasi teknologi
dan informasi seperti sekarang ini, Negara atau pemerintah akan berusaha
mendorong industrinya untuk bersaing di pasar internasional dan untuk bersaing
perlu berbagai perbaikkan kualitas baik tenaga kerja ataupun produk. Indonesia
sebagai Negara berkembang pada umumnya akan memilih suatu perusahaan domestic
untuk di subsidi khususnya industri yang benar-benar menjadi ekspor Indonesia.
Dan selain itu, Indonesia juga mengambil kebijakkan ekonomi seperti penetapan
batasan impor, hambatan tariff dan non tariff dan kebijakan lainnya. Sama
seperti negara lainnya, Korea juga menetapkan kebijakan ekonomi anti
dumping untuk melindungi Industri domestiknya. Kali ini yang menjadi sasaran
negara yang melakukkan dumping adalah Indonesia.
3.2 Kerangka Pemikiran
Untuk mengantisipasi terjadinya perselisihan dan
kesalahan interpretasi, akibat tindakan proteksi yang dilakukkan suatu negara
dalam mendorong perekonomiannya, maka WTO membuat aturan untuk penerapan
subsidi mengingat masalah ini merupakan masalah yang sering terjadi terkait
masalah dumping dan terdapat dua macam aturan subsidi atau dukungan:
1. Dukungan atau subsidi yang membuat distorsi (trade
distorting subsidies) dimana negara anggota harus menetapkan level maksimum
dan kemudian menguranginya pada tingkat yang diperbolehkan;
2. Subsidi yang dianggap tidak mendistorsi atau non trade
distorting sering disebut sebagai Green Box, tidak ada jumlah maksimum yang
ditentukan, sehingga Negara anggota boleh menambah tanpa batas. Green Box
merupakan pembayaran untuk misalnya perlindungan lingkungan dan penelitian.
Dalam subsidi yang mendistorsi atau Trade Distorting
Subsidies (TDS) terdapat tiga kategori:
1. AMS – aggregate measurement support atau sering
disebut Amber Box, ini berkaitan dengan intervensi harga dan dimasukkan sebagai
yang paling mendistorsi.
2. De minimis, ini diperbolehkan sampai tingkat tertentu
yang dihitung dari persentase dari nilai produksi.
3. Blue Box, subsidi jenis ini dianggap mendistorsi tapi
tidak sebesar Amber Box.
Selain aturan-aturan tersebut, WTO sendiri juga telah
membentuk Dispute Settlement Body (DSB) untuk mengantisipasi penyelesaian
masalah yang terjadi diantara anggota-anggotanya. Masalah terkait dengan
pemberian subsidi dan kebijakkan proteksi adalah Dumping. Dumping terjadi apabila
produk-produk impor tersebut dijual dengan harga lebih rendah daripada harga
yang berlaku di pasaran. Untuk menerapkan anti dumping, badan perdagangan suatu
Negara harus membuktikan terlebih dahulu bahwa dumping tersebut menyebabkan
kerugian terhadap industri di negaranya. Mengingat relatif tingginya kasus
dumping, hendaknya negara mencermati dan mengantisipasi serta menghindari
kemungkinan adanya tuduhan dumping tersebut. Masalah ini adalah masalah yang
sangat sering ditemui seperti di India terbukti melakukan tuduhan dan
penyelidikan antidumping atas 425 kasus, di mana 316 kasus dikenakan BMAD, AS
melakukan penyelidikan atas 366 kasus dan mengenakan BMAD terhadap 234 kasus.
Sementara itu, China melakukan penyelidikan atas 125 kasus di mana 70 kasus di
antaranya dikenai BMAD. Turki juga menyelidiki tuduhan praktek dumping 101
kasus bagi pengenaan 86 kasus BMAD. Sementara itu, Korsel mengenakan BMAD
terhadap 46 kasus dari 81 kasus dumping yang diselidikinya.
Dumping dalam hal ini merupakan suatu tindakan melanggar
kesepakatan yang telah disepakati dan diratifikasi oleh subyek hukum
Internasional. Yang dimaksud subyek hukum internasional disini adalah semua
subyek hukum yang mengatur aspek-aspek ekonomi baik yang sifatnya nasional
maupun internasional (termasuk hukum internasional publik dan hukum perdata). Yang
merupakan subyek hukum disini adalah negara yang harus memenuhi syarat sebagai
negara yakni memiliki penduduk, wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan
kemampuan melakukan hubungan diplomatik dengan negara lain, Individu yang
statusnya tergantung kepada isi ketentuan perjanjian yang memberikan kedudukan
tersebut karena kemampuan individu untuk membuat kontrak atau perjanjian
ekonomi (bisnis) dengan subyek hukum lainnya, selain itu Multi national
Cooperation (MNCs) dan Organisasi Internasional (OI) yang memiliki definisi yang
melekat pada dirinya untuk menjadi subyek hukum internasional selain memiliki
legal personality yakni kemampuan untuk melakukan perjanjian atau kontrak
dengan seubyek hukum lainnya.
Mengingat dumping terjadi antar anggota WTO yang terdiri
dari negara-negara berdaulat berarti terjadi pelanggaran terhadap kesepakatan
yang telah ditetapkan di WTO yang menjadi aturan bagi para anggota WTO untuk
bertindak mengingat semua yang mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO harus
menaati kesepakatan tersebut. Kesepakatan yang terbentuk antar dua pihak atau
lebih merupakan sumber hukum internasional yang dapat menjadi sumber Hukum
Ekonomi Internasional menurut Pasal 38 Ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional
selain kebiasaan inetrnasional, prinsip hukum yang diakui oleh negara bangsa,
keputusan para hakim dan ajaran ahli hukum.
3.3 Kasus
Salah satu kasus yang terjadi antar anggota WTO kasus
antara Korea dan Indonesia, dimana Korea menuduh Indonesia melakukan dumping
woodfree copy paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup
besar. Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah Korsel mengenakan bea masuk anti
dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22 persen terhitung 7 November 2003.
dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian.
Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang tahun 2002
mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta dolar.
Karenanya, Indonesia harus melakukan yang terbaik untuk
menghadapi kasus dumping ini, kasus ini bermual ketika industri kertas Korea
mengajukan petisi anti dumping terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia antara
lain yang tergolong dalam uncoated paper and paperboard used for writing dan
printing or other grafic purpose produk kertas Indonesia kepada Korean
Trade Commision (KTC) pada tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei 2003, KTC
mengenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik
kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat
0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC
menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan
ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat
diturunkan sebesar 8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%.
3.4 Analisis
Kasus
I. Alternatif
Problem
1. Korea menuduh Indonesia
melakukan dumping woodfree copy paper ke Korsel
Salah satu kasus yang terjadi antar anggota WTO kasus
antara Korea dan Indonesia, dimana Korea menuduh Indonesia melakukan dumping
woodfree copy paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup
besar. Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah Korsel mengenakan bea masuk anti
dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22 persen terhitung 7 November 2003.
dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian.
Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang tahun 2002
mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta dolar.
2. Korea mengajukan petisi anti dumping terhadap 16 jenis
produk kertas Indonesia
Korea mengajukan petisi anti dumping terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia antara lain yang tergolong dalam uncoated paper and paperboard used for writing dan printing or other grafic purpose produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commision (KTC) pada tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan sebesar 8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal mencapai kesepakatan.
3. Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar
akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu
mengalami kerugian. Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang
tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta
dolar.
II. Mind Problem
1. Korea menuduh Indonesia melakukan
dumping woodfree copy paper ke Korsel
3.5 Penyelesaian Kasus
I. Alternatif Solution
1. Indonesia meminta bantuan DSB WTO dan melalui panel
Dalam kasus ini, dengan melibatkan beberapa subyek hukum
internasional secara jelas menggambarkan bahwa kasus ini berada dalam cakupan
internasional yakni dua negara di Asia dan merupakan anggota badan
internasional WTO mengingat keduanya merupakan negara yang berdaulat. Dan kasus
dumping yang terjadi menjadi unsur ekonomi yang terbungkus dalam hubungan
dagang internasional kedua Negara dengan melibatkan unsur aktor-aktor non
negara yang berasal dari dalam negeri masing-masing negara yaitu
perusahaan-perusahaan yang disubsidi oleh pemerintah untuk memproduksi produk
ekspor. Dumping merupakan suatu tindakan menjual produk-produk impor dengan
harga yang lebih murah dari harga dan ini merupakan pelanggaran terhadap
kesepakatan WTO. Indonesia meminta bantuan DSB WTO dan melalui panel meminta
agar kebijakan anti dumping yang dilakukan korea ditinjau kembali karena tidak
konsisten dengan beberapa point artikel kesepakatan seperti artikel 6.8 yang
paling banyak diabaikandan artikel lainnya dan Indonesia juga meminta
Panel terkait dengan artikel 19.1 dari Understanding on Rules and Procedures
Governing the Settlement of Disputes (DSU) untuk meminta Korea bertindak sesuai
dengan kesepakatan GATT dan membatalkan kebijakan anti dumping impor kertas
yang dikeluarkan oleh mentri keuangan dan ekonominya pada tanggal 7 november
2003.
Yang menjadi aspek legal disini adalah adanya pelanggaran
terhadap artikel kesepakatan WTO khususnya dalam kesepakatan perdagangan dan
penentuan tariff seperti yang tercakup dalam GATT dan dengan adanya
keterlibatan DSB WTO yang merupakan suatu badan peradilan bagi
permasalahan-permasalahan di bidang perdagangan. Ini menegaskan bahwa masalah
ini adalah masalah yang berada di cakupan Internasional, bersifat legal dan
bergerak dalam bidang ekonomi. Sifat legal atau hukumnya terlihat juga dengan
adanya tindakan Retaliasi oleh pemerintah Indonesia karena Korea dinilai telah
bertindak ‘curang’ dengan tidak melaksanakan keputusan Panel Sementara DSB
sebelumnya atas kasus dumping kertas tersebut yang memenangkan Indonesia dimana
retaliasi diijinkan dalam WTO. Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Sama
Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan mengatakan dalam putusan Panel
DSB pada November 2005 menyatakan Korsel harus melakukan rekalkulasi atau
menghitung ulang margin dumping untuk produk kertas asal Indonesia. Untuk itu,
Korsel diberikan waktu untuk melaksanakan paling lama delapan bulan setelah
keluarnya putusan atau berakhir pada Juli 2006. Panel DSB menilai Korsel telah
melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktik dumping kertas dari
Indonesia. Pengenaan tuduhan dumping kertas melanggar ketentuan antidumping
WTO. Korea harus menghitung ulang margin dumping sesuai dengan hasil panel maka
ekspor kertas Indonesia ke Korsel kurang dari dua persen atau deminimis
sehingga tidak bisa dikenakan bea masuk antidumping.
Panel Permanen merupakan panel tertinggi di WTO jika
putusan Panel Permanen juga tidak ditaati oleh Korsel, Indonesia dapat
melakukan retaliasi, yaitu upaya pembalasan atas kerugian yang diderita. Dalam
retaliasi, Indonesia dapat mengenakan bea masuk atas produk tertentu dari
Korsel dengan nilai kerugian yang sama selama pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping
(BMAD). Korean Trade Commision yang merupakan otoritas dumping Korsel
mengenakan BMAD 2,8-8,22 persen terhadap empat perusahaan kertas, seperti yang
telah disebutkan diatas yaitu PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, PT Pindo Deli Pulp
& Paper Mills, PT Indah Kiat Pulp & Paper, dan PT April Fine sejak 7
November 2003. Dalam membuat tuduhan dumping, KTC menetapkan margin dumping
kertas dari Indonesia mencapai 47,7 persen. Produk kertas yang dikenakan BMAD
adalah plain paper copier dan undercoated wood free printing paper dengan nomor
HS 4802.20.000; 4802.55; 4802.56; 4802.57; dan 4809.4816.
2. Indonesia telah melakukan upaya pendekatan sesuai
prosedur terhadap Korsel
Dalam kasus ini, Indonesia telah melakukan upaya
pendekatan sesuai prosedur terhadap Korsel. Pada 26 Oktober 2006 Indonesia juga
mengirim surat pengajuan konsultasi. Selanjutnya, konsultasi dilakukan pada 15
November 2006 namun gagal. Korea masih belum melaksanakan rekalkulasi dan dalam
pertemuan Korea mengulur-ulur waktu. Tindakan Korsel tersebut sangat merugikan
industri kertas Indonesia. Ekspor kertas ke Korsel anjlok hingga 50 persen dari
US$ 120 juta. Kerugian tersebut akan berkepanjangan sebab Panel juga menyita
waktu cukup lama, paling cepat tiga bulan dan paling lama enam bulan.
3. indonesia harus melakukkan antisipasi dengan pembuatan
Undang-Undang (UU) Anti Dumping
Kasus dumping Korea-Indonesia pada akhirnya dimenangkan oleh Indonesia.
Namun untuk menghadapi kasus-kasus dumping yang belum terselesaikan sekarang
maka indonesia perlu melakukkan antisipasi dengan pembuatan Undang-Undang (UU)
Anti Dumping untuk melindungi industri dalam negeri dari kerugian akibat
melonjaknya barang impor. Selain itu, diperlukan penetapkan Bea Masuk Anti
Dumping Sementara (BMADS) dalam rangka proses investigasi praktek dumping
(ekspor dengan harga lebih murah dari harga di dalam negeri) yang diajukan
industri dalam negeri. selama ini, Indonesia belum pernah menerapkan BMADS
dalam proses penyelidikan dumping apapun padahal negara lain telah
menerapkannya pada tuduhan dumping yang sedang diproses termasuk kepada
Indonesia. Padahal hal ini sangat diperlukan seperti dalam rangka penyelidikan,
negara yang mengajukan petisi boleh mengenakan BMADS sesuai perhitungan injury
(kerugian) sementara. Jika negara eksportir terbukti melakukan dumping, maka
dapat dikenakan sanksi berupa BMAD sesuai hasil penyelidikan. Karenannya,
pemerintah harus mengefektifkan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang
merupakan institusi yang bertugas melaksanakan penyelidikan, pengumpulan bukti,
penelitian dan pengolahan bukti dan informasi mengenai barang impor dumping,
barang impor bersubsidi dan lonjakan impor.
II. Mind Solution
1. Indonesia meminta bantuan DSB WTO dan
melalui panel
BAB IV
KESIMPULAN
Penjualan barang oleh eksportir keluar negeri dikenai
berbagai ketentuan dan pembatasan serta syarat-syarat khusus pada jenis
komoditas tertentu termasuk cara penanganan dan pengamanannya. Setiap
negara memiliki peraturan dan ketentuan perdagangan yang berbeda-beda. Produk
yang akan dipasarkan haruslah memiliki standar mutu yang baik (export quality)
sehingga dapat memuaskan konsumen serta pengiriman barang yang tepat waktu yang
dapat berdampak terhadap pemesanan secara reguler. Disamping itu eksportir
haruslah mengerti selera konsumen negara tujuan ekspor. Kegiatan ekspor yang
lancar akan ikut menyumbang pendapatan negara dari sektor pajak ekspor
disamping tentunya akan berdampak positif berupa keuntungan yang diperoleh
eksportir tersebut. Sementara itu untuk kasus dumping Indonesia – Korea
Selatan pada akhirnya dimenangkan oleh pihak Indonesia. Namun untuk
menghadapi kasus-kasus dumping yang belum terselesaikan sekarang maka indonesia
perlu melakukkan antisipasi dengan pembuatan Undang-Undang (UU) Anti Dumping
untuk melindungi industri dalam negeri dari kerugian akibat melonjaknya barang
impor.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Anindika, Ratya & Reed, R. Michael. Bisnis
dan Perdagangan Internasional. 2008. Andi: Yogyakarta
Griffin, Ricky W & Pustay, Michael W. Bisnis
Internasional Edisi Keempat Jilid 2. 2006. Indeks: Jakarta.
Tambunan, Tulus T H. Globalisasi dan Perdagangan
Internasional. 2004. Ghalia Indonesia: Jakarta.
http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=477&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&pared_id=514971&patop_id=W34
diakses pada tanggal 25 Maret 2013 pukul 22.15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sahabat, Silahkan tampilkan komentar dengan tutur kata yang sopan dan baik, komentar, kritik dan saran sangat Muhri harapkan untuk perubahan.....